MAKLUMAT MAHASISWA BERSATU UNTUK RAKYAT
MENGGUGAT SBY-BOEDIONO UNTUK MUNDUR DARI JABATANNYA DAN HARUS DI
ADILI SEADIL ADIL NYA DAN MENCABUT MANDAT DPR MPR
1) DKI JAKARTA
1. SBY menambah penderitaan
rakyat
2. SBY membuat rakyat merasa
tidak aman di negaranya sendiri
3. SBY sudah melanggar
PROKLAMASI, Pembukaan UUD 1945, PANCASILA dan TRISAKTI.
4. SBY sebagai pembunuh rakyat
5. SBY membantu terjadinya
proses neo – kolonialisme
6. SBY tidak menambah
keuntungan negara akan tetapi menambah hutang negara.
7. SBY merusak HAM di negara
ini.
8. SBY telah memberikan negara
kita kepada bangsa asing
9. SBY tidak mempunyai
karakter memimpin yang tegas.
10.
SBY melindungi para koruptor yang menghabiskan uang rakyat.
11.
SBY tidak memperhatikan obyek pendidikan.
REZIM SBY ADALAH REZIM
PERBUDAKAN DIMANA MASYARAKAT INDONESIA MENJADI BUDAK DI NEGARANYA SENDIRI.
INTINYA SBY GAGAL TOTAL DAN HARUS TURUN SEKARANG JUGA....!!
2) JAWA BARAT
Keprihatinan : masih banyak yang merasa enjoy
dengan kondisi ini. Realita yang terjadi saat ini mengundang keprihatinan bersama.
Ketika dihadapkan berbagai persoalan yang mengemuka,baik itu nasional maupun
tingkat JABAR.
Tidak tuntasnya berbagai kasus pelanggaran HAM
yang terjadi, tidak tegasnya atau masih
pilih kasihnya penegakan supermasi hukum, tidak berjalannya pemerataan
mobilitas penduduk yang cenderung menambah disparitas sosial,ekonomi,budaya dan
kesejahteraan masyarakat,merajalelanya kapitalisme spt smakin byknya mini
market.
Tidak terkontrolnya perilaku aktor politik yang
jauh dari etika politik -> Perselingkuhan->oligarki kekuasaan
yang menindas rakyat.
Jawa barat adalah second head penopang
stabilitas sosial,politik,ekonomi bagi pemerintah pusat di Jakarta.
Untuk itu kami dari JAWA
BARAT menyatakan “MOSI TIDAK PERCAYA TERHADAP PEMERINTAH” dan menyatakan siap untuk
merapatkan barisan aksi menurunkan REZIM SBY – BOEDIONO SECEPATNYA.
3) JAMBI
Isu Daerah :
1.
Rekrutmen penguasa di Jambi 90 % adalah SBY di bawah naungan
Partai Demokrat.
2.
Pertambangan batu bara dikuasai oleh ibu Ani yudhoyono yang adalah
istri SBY.
3.
Perebutan sengketa lahan yang sampai saat ini belum terselesaikan
kurang lebih 70.000 ha dan telah memakan korban jiwa.
4.
Semasa rezim SBY tidak
satupun program pendidikan gratis yang terselesaikan kasusnya di jambi.
Begitupun pelanggaran HAM yang semakin meraja rela semasa rezim sby.
Kami dari provinsi Jambi
mendukung pergerakan nasional Indonesia untuk menggulingkan atau menurunkan
kekuasaan atau rezim SBY Boediono dan itu adalah harga mati bagi mahasiswa dan
pergerakan Jambi.
4) BANTEN
Situasi daerah Banten :
1.
Terkait masalah ekonomi atau tidak adanya peningkatan
perekonomian.
2.
Jembatan atau fasilitas masyarakat yang tidak dibenahi.
3.
Fasilitas pejabat daerah semakin meningkat.
4.
Perampasan tanah masyarakat
5.
PT. Semen daerah lebak bulus investasi yang tidak jelas.
6.
Secara sosial banten merupakan tingkat pengangguran tertinggi.
7.
Para buruh, nelayan dan
pekerja kecil dibanten tidak diperhatikan sehigga sulit mencapai kesejahtraan.
Situasi Nasional :
1.
Kapitalisme Uni Eropa
2.
Momentum pergerakan :
- kegagalan SBY di segala bidang,
baik sosial, politik, budaya pertahanan dan hubugan Interasional
- Pelanggaran hak – hak dasar
-
Penghianatan terhadap 4 pilar kebagsaan Indonesia
Alasan mengapa SBY harus turun :
SBY BOEDIONO dan kroni2nya saat ini telah menghianati kesejarahan
bangsa
Indonesia dimulai dari Penghianatan
Terhadap Eksistensi kemerdekaan Indonesia yang di
Proklamasi pada 17 Agustus 1945, Pembukaan UUD 1945, Pancasila dan Atas Penghianatan
Itulah Bangsa Indonesia tidak Mampu berdaulat dibidang Politik, Mandiri dibidang
Ekonomi dan Berkepribadian dibidang budaya,
KEMERDEKAAN Indonesia
menjadi hal mutlak untuk diwujudkan dan 4 Pilar itu telah di amanahkan oleh para bapak bangsa kita yang harus kita
tegakkan dengan persatuan.
Disampaikan Oleh
Delegasi dari Banten: Yudi Rijali Muslim dalam Padangan Umum yang mencakup
situasi Lokal dan Situasi Nasional
5) KALIMANTAN SELATAN
1. Hukum bisa di perjual
belikan
2. Hukum seperti pisau hanya
tajam kebawah tapi tumpul ke atas.
3. SBY dan jajarannya di
tinjau.
Daerah :
1. Migas ke LPG langka
2. Pulau lari – larian :kedudukan
pulau larian yang bagian dari Sulawesi Barat sebenarnya adalah milik prov,kalimantan
selatan dimintakan peninjuan ulang tentang peraturan Mendagri no.44 tahun 2011
tersebut.
3. Tambang
4. PLN tidak mempunyai lahan.
5. Lahan di kuasai Asing
6) SULAWESI SELATAN
Isu daerah :
1. Kasus penembakan warga oleh
kepolisisan karena persoalan ingin membubarkan balapan liar.
2. APBD 400 juta untuk RS.
Bersalin dan ternyata dana hilang.
3. Konflik agraria yang
dikuasai oleh pihak asing diselesaikan dengan jalan penembakan massa aksi.
4. Lahan petani dijadikan
perumahan real estate yang dampak nya masyarakat makasar kekurangan stok beras.
5. Kasus penggusuran rakyat
miskin kota secara paksa yang melibatkan preman dari si investor.
6. RUU PT yang disepakati
mengharamkan pendidikan bagi rakyat miskin.
7. Pemecatan mahasiswa UNM
tanpa alasan yang jelas.
7) D.I YOGYAKARTA
1. Bahwa SBY berselingkuh
dengan kapitalisme.
2. Salah-satunya yang
dirasakan oleh para petani ialah Kulonprogo di Pantai Selatan Jawa, dari
Pacitan sampai Ciamis. Tidak menutup kemungkinan di Kabupaten Kulonprogo akan
dijadikan PT. Privot kedua seperti di Papua.
3. Sesuai dengan analisis
pantai selatan yang awalnya dijadikan benteng dari ombak yang ada di pantai
selatan dan terganggu sekian ribu jiwa terutama di kulonprogo 21ribu jiwa
petani akan digusur. Dan masih banyak lagi konflik pertahanan yang terjadi di
DIY yang katanya kota istimewa.
4. Dinamika pendidikan
Perubahan
yang terjadi di kota pelajar terutama di kota Jogjakarta menurun drastis erlihat
atas prosedur kampus yang sering terjadi dilimpahkan pada mahasiswa. Terutama
yang terjadi dikampus UMY (ada pemukulan, diskriminasi, dll). Di UGM, di UTY
yang tidak diberikan kebebasan berpendapat dan berorganisasi dikampus. Ini
menunjukan bahwa demokrasi yang diterapkan hanya tipu belaka saja.
5. Hal yang terpenting adalah
sistem kapitalisme ini harus dihapus dan para investor asing salah satunya
pertambangan harus diusir dari negeri ini. Walaupun pemimpinnya diganti tanpa
dihapus sistem kapitalisme ini tidak menutup kemungkinan revolusi terjadi akan
terjadi lagi untuk saat ini. Hal yang terpenting adalah kembali kepada petani,
buruh, kaum miskin bukan kepada kaum-kaum borjuis maupun elit-elit politik.
Yang hanya memperalat mahasiswa. Jadi, kontruksi yang ditawarkan bukan hanya
saja menjatuhkan rezim SBY. Tapi, membangun konsolidasi yang lebih besar pada
jajaran yang hari ioni tidak mendapatkan hidup yang layak.
8) KEP. RIAU
Hentikan
rezim SBY
1.
Banyak saudara kita jadi budak di negara-negara Malaysia, Singapura
karena SBY sudah gagal mensejahterakan rakyat.
2.
Bagaimana mengatur strategi untuk menurunkan SBY-Boediyono.
a.
Daerah
Menolak
eksploitasi bumi dan tanah air yang hanya diperuntukan kepentingan kapitalis
dan neoklim. Menentang KKN yang terjadi di birokrasi prov. Kep. Riau (ex: PNS,
status dampak, multiyears)
b.
Pusat : Menentang dan menolak rezim pembohong, penghianat dan pembunuh
rakyat SBY-BUDIYONO MUNDUR.
c.
Antek dari daerah sampai pusat...!
d.
LAWAAAAAAAAAAAAAAAAAN!
9) MALUKU
1.
Negara gagal dalam melindungi segenap bangsa indonesia dari
ancaman luar dan dalam negeri
2.
Negara gagal dalam memajukan kesejahteran umum
3.
Negara gagal dalam mencerdaskan kehidupan bangsa
4.
Negara gagal dalam melindungi masyarakat adat dan hak rakyat dalam
NKRI
5.
Pemerintah gagal dalam penanganan komflik horizontal di berbagai
daerah
6.
Negara dan pemerintah gagal dalam menyelesaikan konflik antara
anak bangsa dengan pihak asing bahkan aparatur negara
10)
NUSA TENGGARA TIMUR
1. Bumi NTT Masih perawan dan
natural hari ini terancam keindahanya karena lereng-lereng dan bukit-bukit
perkebunan rakyat telah berubah menjadi lubang-lubang kehancuran karena eksploitasi
dan eksplorasi tambang seperti tumpahan minyak di selat timur merupakan
konspirasi antara canbera dan jakarta.
2. Mewakili masyarakat NTT
kami menyampaikan bahwa kami merasa sakit dan terhina ketika pancasila yang
menjadi nilai dasar bangsa kita
11)
KALIMANTAN TIMUR
1. Pemerataan sosial
Kalimantan timur sebagai pemasok SDA yang cukup besar pengaruhnya
terhadap indonesia, namun hal ini sama sekali tidak berpengaruh langsung kepada
rakyat Kalimantan timur sendiri oleh karena pengelolaan yang tidak transparan
oleh pemerintah
2. Perhatian wilayah
perbatasan
Daerah perbatasan yang semestinya di jaga kedaulatannya justru
kedodoran dengan di sabotnya ambang batas laut oleh negara tetangga dan untuk
kesejahteraannya juga tidak terjaga
12)
JAWA TENGAH
KEBERHASILAN SBY-BOEDIONO :
1.
SBY-BOEDIONO telah berhasil mengurangi kemiskinan dengan cara mematikan
rakyat miskin dengan berbagai cara ( mematikan dari sektor ekonomi dan sosial )
2.
SBY-BOEDIONO telah berhasil mengelabui rakyat indonesia dengan
politik pencitraannya.
3.
SBY-BOEDINO telah berhasil memandulkan hukum dalam pemberantasan
korupsi di indonesia
4.
SBY-BOEDIONO telah berhasil memindah tangankan aset-aset negara
ketangan permodal asing
5.
SBY-BOEDIONO telah berhasil meningakatkan tingkat hutang luar
negara indonesia
“ Tidak ada satu halpun
yang bisa menjadi alasan agar Rezim SBY-BOEDIONO tetap bertahan “
13)
JAWA TIMUR
SBY Berhasil memperkaya politik.........
SBY berhasil membunuh rakyat...........
SBY berhasil memperkaya diri............
Bukan hanya dilengserkan tapi di
” BUNUH “
1. Pemerintah tidak mampu
mengatasi lumpur lapindo penembakan terhadap sebagian pengurus Ansur oleh
oknum-oknum polisi dikabupaten sidoarjo
2. SBY tidak melaksanakan UUD
3. SBY tidak tegas terhadap
penegak hukum
4. Pembangunan pabrik atau
perusahaan asing tanpa dapt surat izin oleh pemerintah di biarkan karena dapat
suap
5. Penjajah rakyat sampai
buruh tidak sesuai aturan negara tapi pemernitahan tidak dapat mengatasi
pemerintahan dapat sogokan dari perusahaan-perusahaan atau pabrik
14)
SUMATERA UTARA
Konflik tambang di Sidikalang
Tambang di Sidikalang
1. Asing di SUMUT
·
PTPN
·
INALIM yang masih kontrak
·
Konflik tanah petani dengan PTPN
2.
Demokrasi kepada daerah
3.
Politik SBY menular ke daerah-daerah
4.
Pencemaran lingkungan di danau toba
Dasar inilah kemudian bahwa
gema perlawanan mahasiswa terhadap pemerintah SBY-BOEDIONO telah bergema di
berbagai daerah di seluruh Indonesia. Dengan ini kami mahasiswa Indonesia
menyatakan :
TURUNKAN SBY –
BOEDIONO...!!!
15)
SUMATRA BARAT
1.
Rezim SBY – BUDIONO tidak mampu di dalam mengelola ketahanan
pangan dan energi nasional.
2.
Rezim SBY – BUDIONO telah merusak tatanan hukum nasional.
3.
Rezim SBY – BUDIONO tidak mampu melindungi Warga Negara nyabaik
TKI maupun kekerasan dalam negeri.
4.
Rezim SBY – BUDIONO menggadaikan tanah negara dan rakyat secara
besar – besar yang saat ini dikuasai imperialisme
16)
SULAWESI TENGGARA
SITUASI DAERAH DAN NASIONAL BANGSA INDONESIA
Bangsa Indonesia memiliki 33 propinsi, salah satunya adalah
Propinsi Sulawesi Tenggara. Kasus perkasus sampai
saat ini pemerintah kota dan propinsi tidak dapat diselesaikan secara tuntas.
Kasus agraria, pelanggaran HAM, kasus korupsi dilakukan secara horizontal
maupun vertikal, kasus tersebut hingga saat ini tidak ada tindak soluktif dalam
keberpihakan pada rakyat kecil.
Lahirnya pelanggaran - pelanggaran agraria,
HAM, korupsi yang terjadi secara berkala seiring
waktu berlalu. Sebut saja kasus pulau limo kab.kaluku propinsi Sulawesi
Tenggara mulai tahun 2008 hingga sampai sekarang belum terselesaikan dimana
bupati kaluku mengeluarkan surat izin kuasa pertambangan biji nikel yang
bernomor 146/2007/tertanggal 28 juni 2008 tercatat dalam area kawasan koservasi tanah wisata alam laut di pulau oleh PT.INTIJAYA dimana surat ini meneragkan tanpa persetujuan mentri Kelautan.
Kasus –kasus yang terkait
korupsi dilakukan oleh gubernur sulawesi tenggara terkait pengadaan mobil
dinas. Walikota baubau terkait membuka jalan di tengah hutan lindung sebagai
jalur produksi, bupati kalukuterkait kasus pulau limo, walikota kendari
terkait. Pengurukan lumpur tuluk, selain itu pelanggaran HAM.kontu di raha dimana perampasan tanah oleh pemerintah setempat.
Selain itu adanya konflik agraria, dimana perampasan tanah adat di
konawe utara dilakukan PT SILABUS, kasus penggusuran tanah warga di
tenggara
konawe selatan oleh PT. IFISDECO, ganti rugi lahan yang belum
terselesaikan di
pousu jaya karena penggunaan markas brimob dan masih banyak kasus yang tak sempat kami
uraikan tuntas disini.
Selain itu pula situasi daerah tidak luput terlepas kaitannya
dengan nasional, situasi nasional dimana pelanggaran dan penyelesaian kasus
–kasus yang ada dari sabang sampai merauke belum tuntas. Sebut saja kasus
korupsi seperti century, kasus gayus tambunan, nazarudin mengenai wisma atlet,
belum transparan dalam penyelesaiannya. Pelanggaran HAM masa lalu dan masa kini
lebih –lebih tidak terselesaikan baik oleh pemerintah saat ini. Selain itu pula
kasus agraria seperti mesuji terabaikan begitu saja oleh pemerintah kita saat
ini. Meluasnya paham kapitalis dan korporasi membuat rezim
SBY – BUDIONO sebagai otak – otak kapitalis asing. Kemiskinan dimana – mana, TKW tertindas,
upaya pekerjaan kurang, pengangguran dimana – mana membuat kemiskinan bertambah
tiap waktunya.
Dari berbagai kasus tersebut terjadi disebabkan karena lemahnya
pemerintah menyelesaikan kasus – kasus yang ada, pemerintah SBY tidak
memperdulikan
keadaan dan melakukan tindakan
tidak manusiawi, dan hanya untuk kepentingan pribadinya. Kasus korupsi agraria
dan pelanggaran HAM baik daerah maupun nasional yang masih hangat diperdebatkan
tidak ada respon positif dari pihak yang berwenang atau aparat kepolisian...
17)
LAMPUNG
PANDANGAN SITUASI NASIONAL
Melihat kondisi objektif situasi nasional yang kami diskusikan
bahwa kebijakan – kebijakan pemerintah tidak berpentingan terhadap rakyat dan
hanya lebih pada pemodalan asing yang merampas kekayaan alam indonesia, baik
dari segi ekonomi, politik dan budaya. Terbukti dengan banyaknya eksploitasi
SDA yang sangat – sangat dipaksa untuk mengeruk sebanyak – banyaknya dengan
harapan keuntungan dari itu dapat menutup keuangan amerika dengan adanya
kemerosotan keuangan yang terjadi di eropa, maka dari itu SBY – BUDIONO yang
notabenenya adalah rezim neolib yang menjalankan kebijakan – kebijakan asing.
Banyaknya kasus korupsi yang dilakukan oleh rezim dan menggunakan
kekuatan pemerintahan dan TNI – POLRI untuk menjaga modal asing maka SBY –
BUDIONO dengan leluasa menggaruk keuntungan untuk pribadi, partai dan komprador
– kompradornya.
Tindakan – tindakan dalam menangani aksi masa kini seperti bima,
mesuji dan lain – lain. Jelas menunjukan bahwa pemerintahan SBY – BUDIONO
adalah pembunuh rakyat.
Maka dari permasalahan yang ada SBY – BUDIONO harus mundur / turun
sekarang juga dan kami dari beberapa perwakilan kampus yang hadir dalam KONAMI
menyatakan sikap :
1. SBY – BUDIONO adalah rezim penindas / pembunuh rakyat
2. SBY – BUDIONO adalah antek dari kapitalis, imperialis, neolis.
3. SBY – BUDIONO harus turun sekarang juga.
4. Mengadili SBY – BUDIONO dan kompradornya dalam persidangan RAKYAT
18) NUSA TENGGARA BARAT
1. Hentikan
eksploitasi tambang di NTB
2. Tingkatkan
upah buruh
3. Hukum
mati para koruptor
4. Berikan
jaminan kesehatan, pendidikan dan kerja utuk rakyat
5. Nasionalisasi
perubahan asing di daerah newmont
6. Hentikan
komersialisasi pendidikan
7. Tambah
persentase saham daerah di Newmont
8. Hentikan
gunakan kekerasan dalam penyelesaian permasalahan agrarian
9. Kapolda
NTB, polres BIMA dan bupati BIMA harus bertanggung jawab atas kematian rakyat
BIMA
19)
SULAWESI TENGAH
SITUASI NASIONAL DAN SITUASI DAERAH SULTENG
(ALASAN-ALASAN
PEMERINTAHAN SBY HARUS DITUMBANGKAN)[1]
Beberapa tahun terakhir, di Indonesia, ekspansi modal mengambil
bentuk neoliberalisme demi menghapuskan hambatan pasar dan investasi. Berbagai
produk kebijakan yang mengacu pada pemotongan (penghapusan) subsidi,
privatisasi/swastanisasi, serta liberalisasi pasar dan investasi. Utang dari
lembaga-lembaga donor seperti IMF, World Bank, ADB, merupakan instrumen utama
untuk memaksakan resep kebijakan neoliberal kepada pemerintah. Di sisi lain,
utang juga mengandung perampasan nilai melalui pembayaran bunga utang oleh
negara kepada lembaga donor.
Dengan potensi 230 juta penduduk (keempat terbesar di dunia),
Indonesia menyediakan barisan cadangan tenaga kerja dan perluasan pasar. Bersamaan dengan makin
sepinya pasar-pasar tradisional, bisnis ritel mengalami pertumbuhan
pesat—bisnis yang sebenarnya merupakan bentuk distribusi (impor) barang[2].
Di sisi lain, ekonomi Indonesia mengalami deindustrialisasi besar-besar karena
kalah bersaing dengan barang-barang impor, terutama menimpa sektor
tekstil/garmen serta makanan dan minuman[3]
dengan menyisakan industri logam yang masih bisa bertahan karena memproduksi
(dan merakit) suku cadang kendaraan bermotor, alat elektronik dan mesin
lainnya.[4]
Deindustrialisasi menciptakan PHK besar-besaran, yang selanjutnya mengurangi
daya beli.[5]
Selain pasar, adalah investasi pengelolaan sumber daya alam (SDA)
yang dibutuhkan oleh korporasi. Investasi di lapangan SDA, terutama di sektor
pertambangan, perkebunan dan kehutanan. Indonesia merupakan penghasil dan
eksportir kelapa sawit (terbesar di dunia), kakao (produsen terbesar kedua di
dunia), timah (produsen terbesar kedua di dunia), nikel (cadangan terbesar ke
empat di dunia) dan bauksit (cadangan terbesar ke tujuh di dunia), lainnya seperti
besi baja, tembaga, karet dan perikanan. Cadangan energi sangat besar seperti
misalnya batubara, panas bumi, gas alam, dan air yang sebagian besar
dimanfaatkan untuk mendukung industri andalan seperti tekstil, perkapalan,
peralatan transportasi dan makanan-minuman.[6]
Perluasan modal (investasi) di lapangan sumber daya alam untuk
menguasai sumber-sumber bahan baku produksi telah mengkonsentrasikan lahan
dalam bentuk estate-estate[7]
(tanah-tanah berukuran luas) yang dimiliki oleh korporasi. Penguasaan lahan
ini dilegalkan oleh negara dengan mengeluarkan izin berupa Kontrak Karya (KK)
dan Kuasa Pertambangan (KP) di sektor pertambangan, Hak Pengusahaan Hutan (HPH)
di sektor kehutanan dan Hak Guna Usaha (HGU) di sektor perkebunan.[8]
Proses kapitalisasi di Sulawesi Tengah secara intensif telah
berlangsung selama kurang lebih 20 tahun belakangan ini, menjadi semakin masif
sejak adanya kebijakan otonomi daerah, dan semakin dipermantap sejak
dikeluarkannya Instruksi Presiden (INPRES) No. 7 tahun 2008 tentang Percepatan
Pembangunan Sulawesi Tengah. Poin-poin utama di dalam Inpres tersebut adalah
pembangunan infrastruktur, peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan
memantapkan situasi keamanan dan ketertiban yang kondusif, serta terlaksananya
efektivitas kegiatan pemerintahan.
Beberapa fakta mengenai penguasaan lahan di Sulteng, antara lain:
Pertama, Penguasaan lahan perkebunan kelapa sawit sedikitnya seluas 168.378
Ha yang dikuasai oleh 7 perusahaan, di antaranya PT Tamaco Graha Krida, PT
Astra Agro Lestari, PT Kurnia Luwuk Sejati, dsb.[9]
Evergreen Indonesia memprediksikan bahwa luas areal ekspansi kelapa sawit akan
bertambah seluas 200.000 hektar karena adanya rencana ekspansi 7 perusahaan
yang berupaya diloloskan oleh pemerintah di 4 Kabupaten masing-masing:
Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) dan
Kabupaten Banggai.[10]
Kedua, para kepala daerah di Sulawesi Tengah tercatat sudah menerbitkan
365 izin usaha pertambangan (IUP), namun 239 izin belum lolos kualifikasi Clean and Green. Jika 365 IUP ini
beroperasi diperkirakan akan memanen keuntungan Rp 1 Trilyun bila semuanya
beroperasi.[11] Pernah, dalam kurun waktu 2007-2008 saja, 30 KP dihasilkan oleh
Pemkab yang luasnya mencapai 50% dari total keseluruhan wilayah Touna yang
hanya 5000 km2.[12]
Di Morowali, terdapat lebih dari 100 izin eksplorasi hanya untuk tambang nikel
saja.[13]
Kebijakan desentralisasi sangat jelas telah
dipergunakan oleh elit-elit lokal untuk; kekuasaan untuk mengobral SDA daerah,
korupsi, hingga desentralisasi utang.[14] Yang berarti, adalah kegagalan pemerintah
yang tidak mampu lagi membiayai program-program kesejahteraan rakyat (kalau pun
ada, dengan porsi anggaran yang minim). Biaya anggaran belanja pejabat selalu
jauh lebih tinggi daripada pembiayaan untuk pelayanan-pelayanan sosial. Tidak heran, jika APBD seringkali defisit. APBD Sulteng pernah
defisit 59 milyar[15].
Pertumbuhan ekonomi Sulteng pada triwulan IV 2011, mencapai angka
6,33 %. pertumbuhan bersumber dari komponen konsumsi rumah tangga, investasi,
dan konsumsi pemerintah. Kredit konsumsi dan kredit motor merupakan penyumbang
terbesar angka pertumbuhan dalam komponen konsumsi rumah tangga.[16]
Kredit, atau utang, diperluas menjadi cara hidup masyarakat—lebih banyak lagi
nilai yang bisa diambil-alih dari rakyat tanpa melalui proses produksi.
Proses ekspansi kapital di Indonesia mengandung sejumlah
konsekuensi, yakni: pertama,
konsentrasi kepemilikan atas alat-alat produksi ke tangan segelintir korporasi
asing[17]; kedua, pertumbuhan kelas menengah
(perantara, agen) yang mendapatkan cecaran dari produksi kapitalis[18]; ketiga, pertumbuhan unit-unit militer
yang menyediakan jasa keamanan bagi korporasi[19]; keempat, penghancuran basis produksi
(tenaga produktif) mayoritas rakyat yang berkecenderungan depopulatif.[20]
Eksesnya,
kemiskinan, pengangguran, pencemaran lingkungan, penggusuran, gizi buruk,
kekerasan dan konflik, serta bencana alam.[21]
BPS memang mencatat angka kemiskinan di Sulteng mengalami
penurunan, namun standard kemiskinan masih tidak realistis. Pada 2010 sebanyak
474,99 ribu jiwa (18,1 persen), lalu pada tahun 2011 sebanyak 423,63 ribu jiwa
(15,8 persen).[22]
Konsentrasi kemiskinan sebanyak 88,58% berada di pedesaan. Sembilan dari 11
wilayah kabupaten/kota di Sulawesi tengah masuk kategori daerah tertinggal.[23]
Angka pengangguran juga disebut-sebut mengalami penurunan. Menurut
BPS, angka pengangguran di Sulawesi Tengah (Sulteng) hingga Agustus 2011
mencapai 52.681 orang atau 4,01 persen dari jumlah angkatan kerja sebanyak
1.313.680 orang. Jumlah ini disebutkan turun 3.131 orang atau 0,26 persen
dibanding pada Februari 2011. Namun komposisi pekerja justru memperlihatkan
kerentanan. Jumlah penduduk yang bekerja terbanyak sebagai buruh/karyawan
sebesar 24,51 persen, diikuti berusaha dibantu buruh tidak tetap/dibayar sebesar
22,82 persen, dan pekerja keluarga sejumlah 22,56 persen.[24]
Dahulu analisa konflik horizontal di Sulteng diletakkan dalam
penjelasan, pertama, konflik SARA
yang sebenarnya berbasiskan perbedaan kelas; kedua, pengawetan konflik untuk menghancurkan resisten masyarakat
dan sebagai alasan pembangunan unit-unit militer.[25]
Kini, sejalan dengan perkembangan perluasan modal, konflik persaingan antar
kapitalis mengambil arena mobilisasi rakyat.[26]
Peningkatan kasus kekerasan terlihat jelas dalam dinamika perluasan
investasi. Yang terbaru adalah kasus Tiaka, Morowali dimana aparat yang menjaga
PT Medco menembak dua orang warga Kolo Bawa hingga tewas dalam suatu
demonstrasi pada bulan Ramadhan 2011. Kematian warga dinilai oleh negara
sebagai kesalahan prosedur sehingga bukan polisi yang diseret ke meja hijau,
melainkan warga yang dijadikan tersangka. Padahal sejak tahun 2001, Medco
mereklamasi teluk Tiaka hingga membunuh karang tempat hidup ikan tangkapan
nelayan Kolo Bawah dan sekitarnya. Sejak rakyat Kolo kehilangan mata
pencaharian mereka akibat ulah Medco, dua pasar lokal di daerah itu tutup
karena tidak ada lagi ikan tangkapan yang bisa dijual-belikan.
Selain itu, konflik komunal yang merebak karena tingginya akan
pengangguran dan cenderung diawetkan meningkatkan pertumbuhan unit militer yang
tentunya menguntungkan keamanan investasi. Salah satunya adalah berbagai konflik komunal akut di Kabupaten Sigi yang tidak
hanya ditunjukkan oleh bentrokan antar warga Desa Pakuli dan Desa Bangga bulan
Oktober lalu, jauh dirunut ke belakang dapat dilihat banyak sekali
konflik-konflik serupa yang berkembang sejak dahulu. Sebut saja, bentrokan
antara warga Desa Tulo dan warga Desa Kotarindau di Kecamatan Dolo pada Oktober
2011, tawuran antara warga Desa Watunonju dan warga Desa Bora pada Februari
2002, bentrok antar warga di Desa Sidondo pada Maret 2002, dan sebagainya.
Buntutnya, aparat polisi akan “mengamankan” dengan senjata atas dalih Prosedur
Tetap (Protap) bahkan tidak segan-segan hingga membunuh warga.
Selama
ini, pemerintah (pusat dan daerah) menganjurkan jargon-jargon pendamaian bahkan
milyaran dana program perdamaian mengucur deras di era reformasi. Namun, ada
kah program ril untuk menyelesaikan masalah pengangguran di Kabupaten Sigi
Biromaru yang mencapai 5.000 pencari kerja? Tidak hanya itu, tahun 2010
tercatat 40 persen dari 217.874 jiwa atau 86
ribu penduduk Sigi Biromaru hidup di bawah Rp7.000/hari—dinyatakan miskin oleh
Badan Pusat Statistik (BPS), karena tingkat pendidikan yang rendah dan minimnya
lapangan pekerjaan. Selanjutnya jangan ditanya bagaimana rakyat miskin ini bisa
memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan, mereka bisa dipastikan tidak
sanggup. Ini lah wajah sebenarnya dari konflik komunal di Sulteng: kemiskinan
dan pengangguran!
Dalam cakupan Sulawesi Tengah, Polda Sulteng
mencatat terjadi 26 kali bentrokan antar warga di propinsi ini selama tahun
2011 yang menimbulkan korban luka-luka, pembakaran dan kerusakan rumah,
bangunan serta fasilitas lainnya. Data konflik yang tidak tercatat tentunya jauh
lebih banyak lagi.
Persebaran unit-unit militer strategis di Sulawesi Tengah (Danel
Lasimpo, 2010)
Dilihat dari segi politik, model demokrasi perwakilan melibatkan suara rakyat hanya 5 tahun sekali
melalui Pemilihan Umum. Elit-elit politik terlihat bukan mewakili rakyat, tapi
mewakili partai-partai politik. Desentralisasi dikerangkeng oleh demokrasi
perwakilan di daerah, desentralisasi kekuasaan tidak sampai ke tangan rakyat.
Politik floating-mass (massa
mengambang) masih digunakan, massa rakyat dimobilisasi hanya pada saat
pemilihan. Rakyat tidak memiliki kontrol terhadap lembaga kekuasaan.[27]
Ekses kapitalisme menghasilkan perlawanan dari arus bawah. Hal ini
disadari oleh lembaga-lembaga donor internasional sejak lama. Pembiayaan dari
lembaga donor mengalir ke negara-negara berkembang di mana terdapat potensi
sumber daya untuk dieksploitasi. Hal ini berkesesuaian dengan penghancuran
basis produksi rakyat (bahkan kelas menengahnya hanya sebagai distributor)
sehingga sumber-sumber pendanaan dari luar menjadi penting dan dibutuhkan,
serta; mendapatkan legitimasi dari konsep postmodernisme yang mendapatkan
sambutan luas di kalangan intelektual kelas menengah. Situasi ini menjadi
cerminan yang menunjang perkembangan gerakan-gerakan Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) yang mayoritas tidak memiliki karakter anti pemerintahan dalam format
penggulingan rezim.
Jangan dikira rakyat tidak melawan. Luar biasa perlawanan rakyat
Sulteng. Pada 2007-2008, perlawanan rakyat di pulau Banggai, pun dalam isu
menolak pemindahan Ibu Kota, berhasil merebut kantor-kantor pemerintahan,
mengambil-alih barang-barang perkantoran dan mengusir Bupati dan antek
pendukungnya keluar pulau Banggai. Bahkan mengalahkan polisi dan tentara,
menjatuhkan nyali dan mental aparat. Tidak hanya itu, perlawanan rakyat Buol
yang menuntut keadilan korban pembunuhan seorang warga di dalam tahanan berbuah
penembakan polisi yang menewaskan enam orang pada dua tahun lalu. Rakyat Buol
melawan dan mengusir polisi hingga keluar kabupaten Buol. Saat ini, polisi dinilai
tidak berharga di mata rakyat Buol, bahkan warga berani naik kendaraan motor di
depan polisi tanpa menggunakan helm. Perlawanan ini tidak berkembang menjadi
transformasi masyarakat yang mensejahterahkan rakyat itu sendiri, karena segala
kebijakan pemerintah hampir keseluruhan berasal dari pusat: Jakarta. Sementara,
gerakan mahasiswa dan rakyat di Jakarta belum berhasil hingga kini merebut
kekuasaan; belum berhasil menggulingkan SBY-Budiono.
Berangkat dari situasi ini, jelas terlihat kegagalan rezim SBY-Budiono
yang hampir delapan tahun berkuasa di Indonesia. Dari sejak otonomi elit lokal
yang didukung oleh rezim SBY-Budiono tahun 2004 silam yang menunai banyak penderitaan bagi rakyat,
hingga kini, SEGERA!, akan lebih banyak lagi, kemiskinan, kerusakan lingkungan
dan kekerasan sebagai selalu produk investasi kapital (modal). Oleh
pemerintahan SBY-Budiono, rencana ini telah disusun baik-baik dalam Master Plan
Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. Plan ini
menempatkan Sulteng sebagai salah satu wilayah tujuan investasi perkebunan
sawit, pertambangan nikel dan emas. Semua agenda modal asing di Indonesia
berjalan sangat mulus mengingat utang negara indonesia tercatat sudah mencapai
Rp 1.700 Trilyun.
Apa yang kita butuhkan adalah perjuangan politik, yakni
menggulingkan pemerintahan SBY-Budiono. Jikalau perjuangan penggulingan SBY ini
tidak lah bisa disebut sebagai revolusi karena sesungguhnya revolusi
menghendaki perubahan struktur ekonomi politik secara fundamental, maka
Penggulingan Rezim SBY akan kita pandang dan kita perjuangan sebagai pembuka
jalan revolusi rakyat Indonesia.
Kita butuh keberanian untuk berjuang. Jika Sondang Hutagalung,
seorang mahasiswa dan aktivis yang dicintai keluarganya, dicintai
kawan-kawannya, dicintai kekasihnya, dan dia juga adalah mahasiswa yang akan
segera skripsi itu BERANI membakar dirinya demi “turunkan SBY”, lantas mengapa
kita tidak berani aksi atau berdemonstrasi untuk menggulingkan SBY-Budiono yang
dimana dalam perjuangan itu, kita belum tentu mati seperti Sondang.
Dibacakan di Jakarta, 27 Januari 2012
oleh Sarinah dan Liswan Rusman
Atas Mandat dari Delegasi Mahasiswa Sulawesi Tengah
20) BENGKULU
Berbagai
permasalahan yang timbul belakangan ini seperti di Mesuji, Bima, Aceh, dll
adalah bukti kegagalan dari SBY – Budiono memimpin bangsa ini kearah yag lebih
baik. Di Bengkulu pun terjadi banyak hal demikian yag tidak jauh berbeda dari
daerah” lain. Kekerasan, Penindasan, Pemerasan sudah menjadi pemandangan yang
biasa terlihat di Bengkulu.
Maka kami menyatakan bahwa ;
1. SBY – Budiono harus turun dari jabatannya.
2. SBY – Budiono harus diadili oleh Rakyat.
21) KALIMANTAN TEGAH
1. Bebaskan tanahrakyat yang selama ini dikuasaioleh
perusahaan asing,
2. kembalikan tanahmasyarakat adatyang dikuasai
pemerintah
3. biarkan KAMI KALIMANTAN TENGAH mengelola sendiri
Sumber Daya Alam (SDA) yang ada di Kalimantan tengah.
4. SBY – BUDIONO diminta mengundurkan diri dengan
terhormat, kami menilai selama ini Negara kita telah gagal dalam memberantas
kemiskinan dan mensejahtrakan rakyat.
5. Revolusi sistem pemerintahan RI, kami menilai system
pemerintahan kita sekarag lebih berpihak kepada kaum kapitalis.
6. Undang – Undang yang tidak memihak kepada RAKYAT
Indonesia harus dicabut.
Disahkan di : Universitas Satya Negara Indonesia , Jakarta
Tanggal : 28 Januari 2012
Pukul : 15.10 WIB
PIMPINAN SIDANG
JAHLIL FIRMANA TRI ANDIKA SUGIHARTO
( ) (UNAS – JAKARTA) (UJB – YOGYAKARTA)
PIMPINAN SIDANG II PIMPINAN SIDANG I PIMPINAN
SIDANG III
[1] Disusun oleh Sarinah
untuk gerakan rakyat dan mahasiswa Sulawesi Tengah, dibacakan oleh Sarinah dan
Liswan Rusman dalam kegiatan Konsolidasi Nasional Mahasiswa di Jakarta pada
tanggal 27-29 Januari 2012.
[2] Tahun 2008, AC
Nielsen menyebutkan bisnis ritel mendominasi pangsa pasar sebesar 53 persen.
Padahal tahun 2000, pasar tradisional masih mendominasi hingga 65 persen.
13.450 pasar tradisional terancam tutup. (Pasar
Tradisional Terancam Mati, 8 Mei 2010, Tersedia dalam: http://www.republika.co.id).
Pertumbuhan ritel (10 – 20 % per tahun) sebenarnya merupakan bentuk
perkembangan usaha-usaha distribusi (perantara). Dengan kata lain, perluasan
pasar dimana penyediaan barang dan (bahkan jasa) diperoleh dari impor. Usaha
ini dipandang sebagai pengembangan kewirausahaan yang akan memakmurkan rakyat.
Sebenarnya tidak, karena meskipun banyak barang yang beredar, namun tanpa daya
beli masyarakat tetap saja hasilnya adalah krisis. Terlebih lagi, bisnis ritel
didominasi oleh perusahaan besar seperti Alfamart, Carefour dan Indomaret.
Memang, bisnis ritel menciptakan buruh-buruh baru, namun kebijakan outsourching merupakan hambatan terbesar
bagi buruh kontrak untuk menuntut hak-haknya.
[3] Beberapa tahun
belakangan, terlihat kecenderungan penutupan pabrik-pabrik di Pulau Jawa yang
menimpa sektor garmen/tekstil, makanan dan minuman karena kalah bersaing dengan
produk yang kebanyakan dari Cina. Tahun 2008, rentang Januari – November,
terdapat 50 pabrik yang tutup hanya di wilayah Jakarta Utara (pusat industri
tekstil) saja (50 Perusahaan di Jakarta Utara Bangkrut, 18 November 2008,
tersedia dalam: http://nasional.kompas.com). Isu penutupan
pabrik santer beredar di kawasan industri di Jakarta. Pengalaman penulis yang
berinteraksi dengan buruh-buruh pabrik di kawasan EJIP (East Jakarta Industrial Park) membenarkan hal ini. Agustus lalu, PT
Jagad Karimbanusa yang memproduksi pigura kayu sejak 1989 menyatakan diri
pailit. Nasib ratusan buruhnya tidak jelas dan mendirikan tenda di depan pabrik
untuk menuntut hak-hak mereka.
[4] Industri yang
relatif bertahan adalah industri berbahan logam. Sangat terkait dengan,
alat-alat berat sulit untuk diimpor dalam bentuk jadi dan konsumsi kendaraan
bermotor yang meningkat karena mudah diperoleh melalui kredit. Solusinya adalah
dirakit di dalam negeri, lalu dijual. Faktanya, 92 % teknologi industri masih
impor (Industri Masih Gunakan 92 Persen
Teknologi Impor, 2009, Tersedia dalam: http://metrotvnews.com). Sektor
logam banyak menggunakan buruh tetap. Berbeda dengan sektor non logam yang
sebagian besar menggunakan buruh outsourching. Hal ini juga menjelaskan mengapa
serikat buruh di sektor logam masih bisa bertahan bahkan menguat di Jakarta dan
sekitarnya selama 10 tahun terakhir. Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia,
misalnya, membuktikan kekuatan mereka melalui berhasil menuntut pengesahan RUU
BPJS menjadi UU, dan berhasil menolak revisi UUK 13 pada tahun ini. Beberapa
revisi itu adalah membolehkan tenaga kerja asing sebagai tenaga lapangan,
penghapusan pesangon, masa outsourching tanpa batas dsb.
[5] Pemerintah sendiri
mengklaim angka pengangguran cenderung menurun dari tahun ke tahun. Tingkat
pengangguran terbuka (pencari kerja) di Indonesia pada Februari 2011 mencapai
6,8 persen atau 8,12 juta jiwa. Kelihatannya kecil, tetapi sesungguhnya hanya
30 % saja penduduk yang bekerja di sektor formal, sisanya 70 % bekerja di
sektor informal. (Pengangguran Turun,
Republik Kian Sejahtera, Viva News 15 Mei 2011, Tersedia dalam: www.vivanews.com). Tahun 2008, Kepala
Bappenas saat itu, Paskah Suzetta, mengakui bahwa penurunan angka kemiskinan
karena terserap ke sektor informal (Sektor
Informal Berhasil Menekan Angka Kemiskinan, 4 Juli 2008, www.indonesia.go.id). Gejala ekonomi
dimana perkembangan sektor informal jauh melebihi sektor formal bukan merupakan
gejala yang baik. Hal ini semakin membuktikan adanya proses deindustrialisasi.
Sektor informal juga sangat rentan gulung tikar di tengah persaingan dengan
produk-produk impor.
[6] Master Plan
Percepatan Pembangunan Indonesia 2012-2025.
[7] Istilah “estate” diambil dari tulisan F. Engels,
1881, Kelas-kelas dalam Masyarakat
(Ketika Masih Diperlukan dan Ketika Tidak). Marx mengistilahkannya sebagai
“enclosure” (Capital I, 1887, h. 527,
softcopy edition, source: First english edition of 1887);
lihat juga penjelasan Arianto Sangadji, 2010, 12 Tahun “Enclosure”, Tersedia dalam: www.indoprogress.com).
[8] Sebagai catatan saja, luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia
7,3 juta ha meningkat dari 3,9 juta ha tahun 1999 dengan pertumbuhan rata-rata
8,7 % per tahun (Laporan Marketing Intellegence, Industri Palm Oil di Indonesia
per November, tersedia di: http://www.datacon.co.id). Metro TV, 18
November 2008, melansir terdapat 130
Kontrak Karya pertambangan di Indonesia yang 86,4% yang dikuasai asing.
[9] Asriwati, Konsentrasi Penguasaan Tanah dan Konflik Agraria di Sulawesi
Tengah, Problem Mendesak yang Menuntut Penyelesaian, 2009.
[10] EverGreen Indonesia,
2010, Hutan Sulawesi Tengah Dikepung Sawit, tersedia dalam: http://evergreen-indonesia.blogspot.com.
[11] Rp 1 Trilyun itu
masih proyeksi, faktanya sumbangan pertambangan ke kas daerah Sulteng hanya Rp
985 juta. (Lihat: Izin Tambang di Sulteng
Banyak Bermasalah, Waspada Online, 27 Juli 2011, tersedia dalam: http://waspada.co.id)
[12] Poros, edisi II/23-28
Maret 2009.
[13] Baru lima perusahaan
yang beroperasi dengan pemasukan ke kas Pemkab sebesar Rp 5 Milyar. (Lihat: Izin Tambang di Morowali Tumpang Tindih, Bisnis
KTI, 18 Januari 2011, tersedia dalam: http://www.bisnis-kti.com).
[14] Sebagai contoh,
Parigimoutong yang pernah meminjam uang kepada IFAD sebesar 58 M pada tahun
2006 (Parigata, Juni-Juli 2006).
[15] (Lihat: APBD
Sulteng 2010 Defisit Rp59 milyar, Berita daerah online 14 Desember 2009).
APBD Parigimoutong juga pernah defisit
48 milyar yang berakibat pada pembatalan tunjangan PNS 6,5 M dan penggunaan ADD
Rp 2,38 M untuk menutupi defisit (Lihat: Parmout Defisit, Salah Siapa?, Mercusuar
12 Januari 2010; Pengalihan ADD: SKPD Bantah Defisit Gaji, Mercusuar 27
Januari 2010). Fenomena defisit APBD yang juga melanda kabupaten lainnya,
misalnya Tolitoli defisit Rp 40,3 M, menunjukkan bahwa desentralisasi utang
membebani APBD. Salah satu penyebab defisit APBD Parmout adalah karena membayar
hutang dari Bank Dunia sebesar Rp28 M. Yang akhirnya untuk menutupi defisit,
selain merampok ADD, Pemkab melakukan pinjaman lagi kepada salah satu Bank
Pemerintah sebesar Rp16,8 M (gali lubang, tutup lubang). Belum lagi kalau
dihitung-hitung dengan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) dalam
bentuk PNPM, BLT dsb yang menggunakan dana pinjaman dari Bank Dunia yang harus
dibayar oleh daerah.
[16] Laporan Triwulan IV
Bank Indonesia 2011.
[17] Dengan panen profit
yang mengagumkan. Pada 2008, Exxon Mobil meraup keuntungan Rp. 444.7 triliun
atau Rp. 1, 2 trilun per hari; Chevron meraup laba Rp. 204, 7 triliyun; Pada
2009 Newmont membukukan laba bersih US$ 642,900 juta; Penghasilan PT Freeport
Indonesia mencapai US$ 2,16 miliar per
tahunnya. (diolah dari berbagai sumber)
[18] Kelas menengah
berkarakter agen, perantara, tergantung
pada kapitalis asing dan tidak progresif. Karakter ini bahkan meluas juga ke
kalangan gerakan sosial dan aktivis-aktivisnya yang banyak menjadi oportunis.
Karakter ini berkesesuaian dengan pertumbuhan ekonomi distribusi yang
menghasilkan perantara (distributor) barang dan jasa.
Tetesan ekonomi dari atas ke bawah (trickle
down effect) hanyalah ilusi karena cecaran kemakmuran ekonomi hanya
tertampung di kelas menengah, tidak sampai ke bawah.
[19] Militer tidak hanya
digunakan sebagai alat kekerasan oleh korporasi, tetapi juga sebagai alat
hegemoni untuk memperoleh ketataan spontan rakyat—memberikan kesadaran kepada
rakyat tentang kelemahan mereka dan betapa kuatnya militer ataupun negara.
(lihat: Nezar Patria dan Andi Arief, 1999, Antonio
Gramsci: Negara dan Hegemoni, Pustaka Pelajar: Yogyakarta).
[20] Kapitalisme itu
sendiri semakin berkecenderungan depopulatif. Logikanya, kemajuan teknologi
produksi semakin mengarah pada otomatisasi kerja mengurangi jumlah tenaga kerja
yang dibutuhkan untuk mengoperasikan alat-alat produksi. Telah dan terus
berlangsung proses penciptaan barisan cadangan tenaga kerja: tak kerja, tidak berdaya beli, dengan kata lain tidak
produktif. Masuk akal jika akhir dari semua ini adalah pemusnahan manusia yang
mengambil berbagai skenario, seperti konflik, penyakit, kelaparan, dsb.
Kasus-kasus kekerasan, seperti penembakan di banyak tempat di Sulteng
menunjukkan depopulasi. Konflik direspon dengan program-program perdamaian yang
tidak akan pernah selesai jika masih ada ketidakadilan sosial. Kecenderungan
depopulatif juga menjelaskan mengapa banyak rakyat Indonesia (terutama
perempuan) memilih bekerja sebagai TKI ke luar negeri, pun dengan posisi tawar
yang sangat rendah, rentan mendapatkan kekerasan dan menempuh jalur ilegal. LSM
Migrant Care menyatakan saat ini jumlah TKI di Arab Saudi ada 1,2 juta orang,
Malaysia (2,3 juta), Hong Kong (130 ribu), dan Singapura (80 ribu). (Moratorium
TKI, Siapa Merugi, Viva News 24 Juni 2011, tersedia dalam: www.vivanews.com)
[21] Dalam tulisan yang
lain, saya sedang merincikan hal ini, termasuk menggambarkan bentuk-bentuk
penghancuran basis produksi rakyat. Rencananya akan diterbitkan dalam Majalah
Silo edisi 44.
[22] (Jumlah Penduduk Miskin di Sulteng Berkurang,
Antara, 18 November 2011) Indikator kemiskinan versi BPS menggunakan
indikator konsumsi, sebesar Rp 7.000,-/hari. Jadi, orang dikatakan tidak miskin
jika mengkonsumsi lebih dari Rp 7.000,-/hari. Standard ini hanya
memperhitungkan konsumsi (yang dianggap cukup bisa makan sehari), tidak
memperhitungkan kebutuhan pendidikan, kesehatan, transportasi dan pengembangan
diri. Manusia membutuhkan karbohidrat 2.100 kalori,
berarti sama dengan 550 gram beras, harus ditambah dengan lauk, sayuran, dan
vitamin. Silahkan siapa saja yang ingin menilai apakah Rp 7000, - itu cukup
untuk makan sehari.
[23] Kajian Ekonomi
Regional Provinsi Sulawesi Tengah Triwulan IV 2011, Bank Indonesia.
[24] (Pengangguran di
Sulteng Capai 52.681, Waspada Online 18 November 2011, tersedia dalam: http://www.waspada.co.id).
[25] George Junus
Aditjondro, Dinamika Politik Modal di Sulawesi: Apa yang Dapat Dilakukan
oleh Para Aktor Prodemokrasi, 2006.
[26] Hasil investigasi penulis
sebagai jurnalis yang masih dalam proses penulisan.
[27] Pun jargon-jargon
ekonomi kerakyatan digunakan dalam pembangunan, tanpa infrastruktur demokrasi
langsung yang memungkinkan kontrol rakyat secara langsung, maka kesejahteraan
sosial adalah mustahil. (Lihat: Sarinah. 2009. Kegagalan Program-program Kerakyatan. Tersedia dalam: www.sherr-rinn.blogspot.com).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar